infoBaswara.com, Jakarta – Sebelum tahun 2012, Pilkada DKI sebenarnya biasa-biasa saja, sama dengan di provinsi lainnya. Tetapi, sejak Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI pada 2012, Pilkada DKI menjadi ‘seksi’. Betapa tidak seksi, dua tahun menjabat gubernur, Jokowi menang dalam Pilpres 2014. Maka secara otomatis, Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Gubernur DKI, melanjutkan sisa jabatan hingga 2017 – jadi, timbul semacam ‘keyakinan’ bahwa siapa menjabat gubernur Jakarta akan berpeluang besar menjadi orang nomor satu (Presiden) atau nomor dua (Wapres) di negeri ini. Lantaran itulah Pilkada DKI Jakarta sering disebut-sebut sebagai Pilkada rasa Pilpres.
Keyakinan itu bisa benar bisa pula tidak, karena peta politik Indonesia sangat tak dapat mudah ditebak arahnya. Apalagi, jika soal Pilpres. Tensi, adu kuat dan koalisi pragmatis dadakan sangat kental dalam Pilpres. Yang tadinya kawan bisa jadi lawan politik. Benar apa kata frasa ini: Dalam Politik Tidak Ada Kawan dan Lawan Abadi, Yang Abadi adalah Kepentingan Abadi.
Di luar itu, yang membuat Pilkada DKI seksi, karena kasus hukum (dugaan penistaan agama) yang kini menjerat sang petahana, Ahok. Kasus itu memicu munculnya Aksi Bela Islam pada 14 Oktober 2016. Lalu, aksi berbasis angka keren pun lahir, seperti Aksi 411 (Aksi Bela Islam 2) pada 4 November 2016, Aksi 212 (Aksi Bela Islam 3) pada 2 Desember 2016 – ini aksi Islam terbesar sepanjang sejarah RI, dan terakhir Aksi 112 (pada 11 Februari 2016) di Masjid Istiqlal Jakarta.
The last but not least, Pilkada DKI seksi karena Jakarta merupakan etalase kota di Indonesia. Artinya, kemajuan Jakarta akan selalu menjadi patron untuk kota-kota lainnya di Indonesia.
Mari sukseskan Pilkada DKI 15 Februari 2017 ini, dan berdoa untuk keamanan sepanjang pesta rakyat Jakarta ini berlangsung! [CT]