Tak ada kata yang lebih tepat untuk mewakili penilaian terhadap tuan rumah Sea Games ke-29 kali ini, yang dilaksanakan di Kuala Lumpur-Malaysia, selain: BODOH!
Bodohnya Malaysia Sebagai Tuan Rumah Sea Games 2017, karena (sengajakah?) menampilkan bendera Indonesia, terbalik menjadi putih merah dalam buku panduan Sea Games 2017. Buku yang dicetak (bisa jadi) ratusan ribu oplah, yang terlanjur dibagikan dalam acara pembukaan Sea Games ke-29, pada Sabtu/19 Agustus 2017, di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur.

Semakin menyakitkan, ketika sebuah harian Malaysia pun ikutan mencetak info grafis Sea Games, bertajuk “Mencari Jagoan”, dengan bendera Merah Putih yang terbalik, dan berada dekat dengan bendera Malaysia. Waduh!
Adalah Menpora Imam Nahrawi yang lebih dulu mengajukan protes terhadap insiden bendera terbalik tersebut melalui akun twitternya. Sebagai nakhoda olahraga nasional, kekecewaan Menpora terhadap insiden itu sangat wajar, dan sikap itu mewakili (setidaknya) sebagian besar masyarakat Indonesia.
Seolah tersadar akibat protes Imam Nahrawi tersebut, pemerintah Malaysia melalui Menpora Malaysia Khairy Jamaluddin, menyatakan permohonan maaf secara resmi kepada pemerintah RI, Minggu (20/8/2017) siang.

Orang yang berjiwa besar tentu saja akan menerima permintaan maaf dari pihak lain yang telah merugikan dirinya. Hal sama pula yang dilakukan petinggi negeri ini. Sebelumnya, dalam suatu kesempatan wawancara, Presiden Joko Widodo, menyatakan bahwa pemerintah RI menunggu permohonan maaf Malaysia, dan insiden tersebut tak usah dibesar-besarkan. Sikap Joko Widodo itu jelas menunjukkan sikap berjiwa besar menerima maaf apabila permohonan maaf telah diajukan pemerintah Malaysia.
Petinggi negeri yang diwakili Presiden dan Menpora telah menerima permohonan maaf Malaysia. Namun, dengan alasan berjiwa besar pula, jika dalam satu kesempatan penting ajang Sea Games tersebut, yakni pada momen penutupan, pemerintah Malaysia seharusnya dapat dengan elegan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.
Permohonan maaf secara terbuka dalam momen penutupan itu sangat penting! Sangat penting, karena itu bukan sekadar hendak menunjukkan jiwa besar itu tadi, tetapi sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, bukan hanya kepada Indonesia saja, tetapi kepada negara lain peserta Sea Games. Sanggupkah Malaysia melakukan hal itu? Kita tunggu!
Konon katanya, polisi Malaysia sedang menyelidiki percetakan yang mencetak buku panduan Sea Games itu. Tapi, sebagai orang yang belasan tahun mengerti seluk beluk dunia design grafis dan percetakan, investigasi harusnya dilakukan terhadap panitia pelaksana (panpel) Sea Games. Sebab, merekalah yang seharusnya paling bertanggung jawab terhadap kesalahan cetak yang memalukan itu.
Dalam dunia cetak di Indonesia, sering kita membaca dalam halaman prelims sebuah buku, tertulis: Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan. Artinya, percetakan hanya bertugas mencetak. Ia tidak memiliki hak mengoreksi isi. Karena isi merupakan ‘wilayah kekuasaan’ atau tanggung jawab penuh dari si pembuat isi/materi (=penulis & penerbit).
Maka, dalam konteks insiden itu, panpel-lah yang harus diusut tuntas; Merekalah yang kalau ini bukan disengaja, adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengoreksi (editing) materi buku sebelum layak untuk naik cetak.

Dalam dunia penerbitan buku, proses editing disebut-sebut sebagai proses yang ‘berdarah-darah’. Disebut demikian, karena proses editing itu memang memakan waktu paling lama dari seluruh rangkaian proses terbitnya sebuah buku. Layak-tidaknya sebuah buku untuk diterbitkan adalah bagian kerja dari tim penyunting; Baik-tidaknya kualitas sebuah buku untuk diterbitkan, pun merupakan bagian kerja dari tim editing.
Sekadar info, sebelum sebuah buku telah siap untuk naik cetak, ia setidaknya akan melalui 4 tahapan editing: Developmental Editing, Line Editing, Copy Editing, dan Proofreading. Idealnya, masing-masing tahapan editing tersebut dilakukan oleh orang yang berbeda. Seyogianya, tahapan itu pun harus dilakukan oleh panpel yang khusus mengurusi buku panduan tersebut.
Dengan proses penyuntingan yang cukup panjang sebagaimana diurai singkat di atas, mestinya kesalahan cetak dapat diketahui lebih awal, lalu diperbaiki, kemudian divalidasi Ketua Panitia, dan lalu naik cetak.
Jadi sekali lagi, betapa bodohnya panpel Sea Games Malaysia! Kalau insiden bendera Indonesia yang terbalik itu tidak disengaja, maka jelas, tanggung jawab kerja, alur kerja dan tahapan penyuntingan ‘buku kecil’ itu, tidak melalui tahap-tahapan yang benar dan profesional. Duh…
Sungguh bodoh, karena itu bukan buku untuk dibaca satu negara saja. Buku panduan itu untuk dibaca belasan negara peserta; Itu buku berskala regional! Sekali lagi, bodohnya Malaysia sebagai tuan rumah Sea Games 2017!

Sebagai negara yang telah melaksanakan Sea Games sebanyak 5x (1965, 1971, 1977, 1989, 2001), Malaysia telah mempermalukan dirinya sendiri. Kalah bagusnya dari sejumlah negara Asean yang baru sekali melaksanakan Sea Games, dan dalam beberapa hal tergolong sebagai negara yang berada di bawah Malaysia, seperti Brunei Darussalam (1999), Vietnam (2003), Laos (2009), dan Myanmar (2013). Ke-4 negara itu, terbilang sukses dalam menyelenggarakan Sea Games. Sama sekali tidak ada kesalahan cetak dalam properti Sea Games, apalagi terbaliknya bendera negara peserta!
Di luar insiden bendera Indonesia terbalik, kabar kecurangan panpel pun tersiar. Tim putri sepak takraw Indonesia, terpaksa melakukan walk out, kendati dalam posisi sedang leading point, lantaran merasa dicurangi beberapa kali. Begitu pula dengan kinerja wasit asal Malaysia, Nagor Amir Bin Noor Mohamed, yang kepemimpinannya merugikan Timnas U22 Indonesia ketika kontra Timor Leste dalam pertandingan cabang sepakbola Sea Games, Minggu/20-8-2017. Duh duh duh…
Pertanyaan tersisa yang masih menggelitik di benak saya adalah, sebagai negara yang sering (terbiasa) berulah melakukan provokasi tak sedap terhadap Indonesia, apakah Malaysia malu? Saya jawab saja: Sepertinya “Tidak!”.
Maka, atlet Indonesia tercinta, saatnya permalukan Malaysia dengan prestasi tertinggi! Bertahan dan beradulah sekeras-kerasnya, sekalipun dicurangi; Menanglah tanpa harus curang, agar MERAH PUTIH dapat berkibar di tiang tertinggi, di tanah Malaysia!
featured img: tribunnews.com